Pacu kudo (kuda) di Sumatera Barat efektif membangkitkan kegiatan pariwisata di tingkat lokal. Masyarakat menikmati hal itu sebagai kegiatan pariwisata, budaya dan hiburan.
Pacu kudo bukan sekadar kegiatan olahraga, melainkan juga agenda kegiatan pariwisata Sumatera Barat.
Fenomena itu tidak sejalan dengan kenyataan di pesisir barat Sumbar, terutama di sekitar Padang . Kegiatan pariwisata cenderung sepi setelah gempa baru-baru ini. Turis domestik enggan mendatangi tempat wisata di sekitar Padang karena trauma dengan bencana gempa ataupun tsunami.
Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pemerintah Kota Payakumbuh menggelar pacu kudo. Acara tersebut, menurut Busrizal Djafar, mempertemukan 200 kuda dari Sumbar, Sumatera Utara, dan Riau. Selama dua hari panitia menggelar 14 kali balapan di area pacuan kuda. Selama itu pula masyarakat terus memadati arena pacuan untuk memeriahkan acara.
Pacu kudo telah berjalan sejak masa penjajahan Belanda di Sumatera. Kegiatan tersebut dipelopori sejumlah pemilik bendi (kereta kuda). Saat itu pacu kudo dipertandingkan tanpa memakai pelana. Kini pacuan diperbarui dengan menggunakan pelana. Ini sekaligus menggairahkan peternakan kuda yang ada di Sumbar,
Joneldi, warga Kota Payakumbuh, mengaku terhibur dengan kegiatan itu. Dia sengaja datang ke arena pacuan bersama dua anak dan istrinya kemarin. Tiket masuk arena yang harganya Rp 5.000 per orang bukan merupakan halangan. Joneldi bahkan menyempatkan melihat pacu kudo di tempat lain yang tidak jauh dari Payakumbuh.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaaan dan Pariwisata Sumbar James Hellyward, kegiatan pariwisata di Sumbar akan berjalan baik jika masyarakat tidak termakan isu negatif. Jika sejumlah tempat wisata di pantai barat, terutama di sekitar Padang , belakangan ini sepi pengunjung
http://travel.kompas.com
Temukan semuanya tentang Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris, iklan gratis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar