Selasa, 27 Oktober 2009

Standar Obat Herbal dan Obat Modern Berbeda

Standarisasi obat herbal jangan disamakan dengan obat modern. Kalau disamakan dengan obat modern melalui evidence based tidak akan ketemu.

"Apabila obat herbal dicari zat aktifnya, namanya sudah bukan obat herbal lagi, melainkan seperti obat modern dan justru akan menimbulkan efek samping yang banyak, " kata salah seorang pendiri Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Nurfina Aznam Nugroho. Ia menanggapi pemberitaan bahwa saat ini penelitian yang menguji efek dan efek samping obat herbal terhadap manusia masih minim. Sehingga, sebagian besar dokter di Indonesia belum merekomendasikan pengunaan obat tradisional karena belum memenuhi standar akademik ilmiah.

Obat herbal itu sudah dibuktikan puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun penggunaannya aman. Justru obat modern yang sudah ***ji evidence based seperti parasetamol kalau digunakan selama jangka panjang efek sampingnya mengiritasi lambung. Sementara, obat herbal meskipun penggunaannya lama relatif aman. Dan, ini sudah dibuktikan oleh masyarakat yang menggunakannya. Sering kali orang juga menanyakan tentang standar dosis. Standar dosis obat tradisional dengan obat modern juga tidak bisa disamakan karena ukurannya berbeda. Dan sekarang banyak metode pengobatan kanker maupun penyakit lain, seperti lilin terapi maupun menggunakan jenis energi lain.

Kalau obat modern itu hanya ada satu zat aktif, kalau obat herbal, misalnya dalam kunyit itu banyak zat aktifnya antara lain curcumin, minyak atsiri dan turunannya lebih banyak lagi. Sehingga, antara satu zat aktif dengan zat aktif lainnya itu bisa saling mendukung, bisa mengurangi efek samping. Karena itu, untuk obat herbal standar yang diterapkan antara lain, secara empiris dan dibuktikan secara luas bahwa orang menggunakan obat herbal. Misalnya, kunyit sebagai antinyeri, antiinflamasi, dan sebagainya, standar higienis pembuatan yang baik, bahan bakunya tidak berjamur, utuh, dan tidak bopeng-bopeng.

Sebetulnya, kata dia, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan jika membuat standar jamu, herbal berstandar, fitofarmaka itu justru jadi bumerang. Di Cina dan Jepang, klasifikasinya hanya obat herbal. Kalau menjadi fitofarmaka malah hanya akan menjadi obat modern karena hanya diambil satu senyawa zat aktif. Sehingga, belum tentu efek pengobatannya lebih bagus karena sudah dipisahkan zat aktifnya.

http://djamilah-najmuddin.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar