Jumat, 20 November 2009

Menanpung Untung dari Koleksi Benda Antik



Di penghujung tahun lalu, ada pemandangan menarik di Darmawangsa Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tepatnya, di Galeri Sidharta Auctioneer. Saat itu tengah digelar lelang barang-barang seni nan antik. Tentu saja para penikmat seni sedang larut dalam proses lelang Benda Antik itu. Tak jarang mereka berlomba untuk mendapatkan benda incarannya. Nilai tawar-menawarnya pun bukan dalam hitungan kecil, tetapi dalam angka yang relatif besar.

Salah satu benda antik seni yang sedang dilelang adalah sejumlah mebel antik yang berasal dari Eropa dan dalam negeri yang dibuat dari akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-20. Ada lemari bergaya Belanda abad ke-19 dengan kaki berbentuk bulat dan cakar ditawarkan di kisaran harga Rp 25-27 juta. Lalu, sepasang kursi dari Italia abad ke-18 dengan kakinya yang membentuk huruf X melengkung yang ditawarkan Rp 18-20 juta. Tak hanya itu, balai lelang ini pun menjajakan furnitur gaya Semarangan, mulai dari kursi, meja rias hingga meja pojok.

Dalam lelang benda antik tersebut nampak Suli Mahatma sedang asyik mengajukan harga tertinggi untuk memperoleh benda incarannya, sebuah lemari sudut yang unik. Sepertinya mantan pramugari Gadura ini tak pernah puas dengan koleksi mebel antik yang sudah ia miliki. “Koleksi saya belum banyak, baru 50 unit,” katanya merendah. Koleksinya itu beragam, mebel Jawa, Palembang, Cina hingga Eropa.

Lelang memang merupakan salah satu cara berburu benda antik. Namun, lelang mebel antik tergolong langka seperti bendanya. “Kami juga baru sekali ini melelang mebel antik dan animo pengunjung cukup besar,” ucap Amir Sidharta, pemilik Galeri Sidharta Auctioneer. Tak bisa dipungkuri, mencari mebel antik tidaklah gampang. Perlu kemampuan dan pengalaman tersendiri untuk mendapatkannya. Tak jarang banyak mebel antik nan indah, tapi hasil reproduksi dari benda aslinya.

Amir sendiri bisa mendapatkan benda antik dengan berbagai cara, mulai dari mendatangi para kolektornya yang ingin melepas bendanya atau para pewaris benda itu karena ingin beralih gaya ke yang lebih kontemporer dan minimalis, hingga bekerja sama dengan berbagai galeri benda antik yang menjajakan mebel antik. “Kami tidak membeli tapi menjadi fasilitator antara penjual dan pembeli,” ujar Amir sambil menjelaskan dalam lelang itu pihaknya berhasil mengumpulkan Rp 300 juta.

Suli yang sudah sejak 1980-an mengoleksi mebel antik punya kiat untuk memperoleh koleksinya, yaitu melalui sesama kolektor baik membeli maupun barter benda seni. “Saya lebih senang mendapatkannya dari kolektor sebelumnya atau dimiliki orang lain, bukan dari pedagang,” ia bertutur. Kalau dari toko-toko benda antik seperti di Ciputat, Tangerang, ia kadang meragukan keasliannya, apakah hasil reproduksi atau bukan.

Seperti benda antik berupa kursi Cirebon yang berumur sekitar 200 tahun itu, awalnya kepunyaan temannya yang juga kolektor benda seni. Setiap kali Suli bertandang ke rumah sang teman, selalu diceritakan sejarah tempat duduk itu. Sampai-sampai Suli kepincut untuk mengambil alih. “Saya sampai memaksa teman untuk menjualnya,” ujarnya seraya tertawa lebar. Suli menyebutkan, kursi itu ia beli seharga US$ 3 ribu di tahun 1980-an.

Terlepas dari berbagai tujuannya memiliki mebel antik, itu semua merupakan sebuah investasi. “Ada yang memiliki benda antik sebagai investasi untuk mendapatkan kepuasan, dan ada juga yang investasi untuk mencari keuntungan materi,” kata Amir menganalisis. Malah Suli memandang, mengoleksi mebel antik itu ibarat investasi tanah. “Semakin lama harganya akan naik,” ia menandaskan. Bedanya, kalau tanah nilainya jadi tinggi karena lokasinya, sedangkan mebel antik tergantung pada model, kualitas dan otentitasnya.

dedesuryadi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar