Selasa, 13 April 2010

Mengenal Busana Tradisional Mentawai

Tatabusana masyarakat asli Mentawai mencerminkan azas­azas egaliter, dalam tatanan masyarakat tidak ada strata-strata sosial, pimpinan atau anak buah. Pembedaan busana lebih ditentukan pada kejadian, peristiwa, upacara yang dalam hal ini adalah upacara khusus tentang penghormatan arwah (punen).

Selain itu busana juga mengungkapkan ciri-ciri kedekatan penyandangnya dengan alam lingkungan yang tropis, berhutan lebat berikut keaneka ragaman floranya. Hal ini antara lain tampak pada banyaknya hiasan floral yang dikenakan.


Salah satu kelengkapan
baju tradisional suku Mentawai, yang khususnya dipakai kaum pria adalah cawat, penutup aurat, terbuat dari kulit kayu pohon baguk dan sebut kabit. Kaum wanita memakai sejenis rok yang terbuat dari dedaunan pisang yang diolah secara khusus dan dililitkan kepinggang untuk menutupi aurat, disebut sokgumai. Selain kabit dan sokgumai, orang-orang Mentawai dapat dikatakan tidak menggunakan apa-apa lagi yang benar-benar menutup tubuhnya selain aneka perhiasan serta dekorasi tubuh yang terbuat dari untaian manik-manik, gelang-gelang, bunga-bungaan dan daun­daunan.


Kalung manik-manik yang sangat impresif yaitu ngaleu menghiasi leher dalam jumlah yang dapat mencapai puluhan, terbuat dari gelas berwarna merah, kuning, putih dan hitam atau hijau. Kedua pergelangan tangan juga dihiasi dengan gelang-gelang manik-manik. Demikian pula pada kedua pangkal lengan dan pada bagian kepala berbaur dengan aneka bunga dan daun-daunan. Ikat kepala ini dinamakan sorat. Sedangkan gelang manik pangkal lengan disebut lekkeu.


Tampilan
baju tradisional selengkapnya suku Mentawai ini dikenakan pada upacara punen, suatu ritus yang ditujukan untuk menghormati roh nenek moyang. Peristiwa ini melaksanakan praktek sikerei, suatu kegiatan perdukunan. Ritus ini dipimpin oleh seorang kerei (dukun) dalam busana kerei yang sebenarnya adalah busana tradisional Mentawai yang dihiasi dan ditaburi berbagai dekorasi yang lebih banyak dari pada keadaan sehari-hari.


Busana kerei ini selain terdiri atas kabit dan sorat juga dilengkapi


* sobok, sejenis kain penutup aurat bercorak dibagian depan kabit.
* rakgok, ikat pinggang dari lilitan kain polos, biasanya merah.
* pakalo, botol kecil tempat ramuan obat-obatan.
* lei-lei , rnahkota dari bulu-buluan dan bunga-bungaan.
* cermin raksa, bergantung pada kalung depan dada.
* ogok, sejenis subang pada kedua telinga.

Aspek yang terpenting dan amat berarti dalam tatacara busana serta rias tubuh adalah tato (cacah). Pencacahan tubuh memiliki berbagai perlambangan baik sosial maupun psikologis yang berangkat dari faham-faham adat, kepercayaan serta alam fikiran suku bangsa Mentawai.

Tato merupakan simbol kejantanan, kedewasaan dan keperkasaan bagi kaun pria. Selain itu tato, atau tik-tik dalam bahasa daerah Mentawai juga merupakan identifikasi marga atau daerah asal penyandangnya. Setiap marga (klan) dan dapat memiliki corak tatonya masing­masing. Tato juga menjadi ungkapan keindahan dan selain mendatangkan kekuatan juga dipercaya sebagai pembawa keselamatan serta kerukunan dalam kehidupan sosial masyarakat.


Tato adalah busana kebanggaan, dianggap abadi dan dipakai serta dikenakan hingga ajal. Warna tato biasanya biru kehitaman dan diungkapkan dalam garis-garis kontur geometris simetris. Bagian yang biasanya dihiasi tato adalah pipi dan punggung. Lalu disusul dengan tangan, dada, paha dan pantat, terakhir pangkal kaki antara lutut dan pergelangan kaki. Proses tato dilaksanakan pada tahap-tahap tertentu dalam umur manusia, diawali pada usia 7-11 tahun dan dilanjutkan secara bertahap hingga usia 18-19 tahun.


www.tamanmini.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar