Jumat, 14 Agustus 2009

Usaha Tas Etnik

Keragaman hayati, atau kekayaan jenis tanaman di Indonesia, termasuk pula jenis satwanya, bisa mewujud dalam berbagai jenis kerajinan yang menarik setelah diolah melalui proses yang kadang cukup lama. Kerajian yang banyak digarap dengan ketrampilan tangan akhirnya menjadi barang yang tidak hanya bernilai seni, tapi juga sebagai produk yang ramah lingkungan.

Khusus tas perempuan yang dibuat dari bahan-bahan alami di dalam negeri ini, di tangan Ferry Yuliana menjadi asesoris yang menarik dengan sentuhan modern namun unsur etniknya tetap dominan. Paduan warna
tas etnik yang serasi, kontras, maupun monokromatik. Hiasan-hiasan yang menyiratkan elemen-elemen modern kekinian, kadang disandingkan dengan warna alami bahan yang ditampilkan apa adanya, atau sekadar dipoles tipis dengan warna natural.


Penggarapan
tas etnik pun mengedepankan kualitas, seperti penjahitan, dan kerapiannya. Tak hanya tampak dari luar, tapi bagian dalam tas juga dibuat sama bagus dan rapi. “Mungkin bagian dalam dari tas-tas saya ini yang cukup membedakan dari produk sejenis di pasaran, “ kata Ferry sambil memperlihatkan bagian dalam tas-tas buatannya. Ciri khas tas etnik murah menjadi hal penting.


Tas-tas perempuan berbahan alami ini semula memang Ferry sendiri yang membuat. Enam tahun lalu, Ferry baru membuka usaha kerajinan tas perempuan ini dengan merk Gendis. Semua berawal dari hobi, katanya. Ia sejak kecil senang membuat aneka kerajinan terutama tas, Dari hobi itu ternyata banyak yang menyukai tas-tas buatannya sehingga ia bertekad untuk memajukan usahanya ini.
Tas etnik murah menjadi cirri khas.


“Saya cenderung ke pasar
jual tas etnik lokal karena cukup potensial, “ papar Ferry, lulusan Kedokteran Gigi tahun 1990 ini. “Awalnya melayani pasar lokal saja. Tapi seiring berjalannya waktu, sekarang malah terbalik, mulai dilirik pasar luar. Pesanan dari luar negeri malah lebih banyak, “ tambah Ferry yang sempat melakoni praktek sebagai dokter gigi di sebuah Puskesmas di Yogyakarta.


Kini, dengan makin berkembangnya usaha
jual tas etnik, Ferry tak lagi bekerja sesuai pendidikan profesinya, tapi bersama suaminya, Endro Pranowo, sarjana psikologi UGM menekuni usaha kerajinan tas etnik jogja. Mereka punya pegawai tetap 10 orang, sedangkan pegawai tidak teap bisa puluhan orang lagi, sesuai banyaknya order.


Jika pasar luar negei mulai menyukai, menurut Ferry, tentu ada alasannya, yakni, semua bahan-bahan
tas etnik jogja buatannya merupakan material pilihan, kulitnya asli, dan dikerjakan dengan jahit tangan yang rapi. Ruang produksi, memang di tempat usahanya di daerah Gamping, Sleman, namun elemen-elemen lain yang terkait dengan produk kerajinan tas bisa tersebar di pelbagai daerah, sesuai potensi daerah bersangkutan.


www.matabumi.com


Dukung Kampanye
Stop Dreaming Start Action Sekarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar