Jumat, 05 Maret 2010

Melihat Penjualan Bunga Papan ala Medan


Mereka yang baru pertama kali datang ke Kota Medan biasanya akan terheran-heran dengan papan bunga yang sangat panjang apabila ada suatu perayaan. Satu papan panjangnya bisa mencapai lima meter! Akibatnya, jalan raya tempat lokasi perayaan dikepung Bunga Papan.

”Saya sendiri sangat kaget ketika pulang ke Medan pada tahun 2001. Papan bunga dan kibor adalah dua hal baru yang saya temukan di kota ini,” kata sejarawan Universitas Negeri Medan, Ichwan Azhari, yang sempat tinggal di Jerman selama tujuh tahun.

Ia sangat kaget karena ketika ia kuliah pada tahun 1980-an hingga ia pergi ke Jerman pada tahun 1994, tradisi pengiriman Bunga Papan dengan ukuran besar itu sama sekali tidak ada. Ia menduga tradisi itu muncul sekitar akhir tahun 1990-an.

Meski demikian, ia mengaku tradisi pengiriman bunga, bunga yang sebenarnya, sudah sejak lama ada di kota Medan. Jasa pelayanan bunga muncul karena pengaruh kebiasaan orang Eropa pada awal abad ke-20. Ketika itu Medan dipenuhi orang-orang Eropa yang berinvestasi dan bekerja di berbagai perkebunan. Kebiasaan memberi bunga di tempat asalnya tetap dilakukan ketika mereka berada di Medan.

Ketika terjadi krisis dan muncul pemutusan hubungan kerja, para pekerja yang beretnis Batak Toba tidak mau pulang kampung di Tapanuli. Mereka berusaha mencari pekerjaan untuk bertahan hidup di Kota Medan. Jasa pembuatan karangan bunga termasuk yang dimasuki mereka.

Ichwan mengatakan, jasa karangan bunga itu terus berlangsung cukup lama. Sampai tahun 1980-an, toko bunga ditemukan di beberapa tempat. Akan tetapi, belakangan, usaha ini mulai surut karena kalah dengan industri papan bunga yang terbuat dari kain itu.

Pemilik D’ Florist, Ny Posman Sibuea, mengatakan, ia memulai usaha pada tahun 2006. Ia beralasan memasuki usaha itu karena permintaan terus tinggi.

”Seperti sekarang, orang bilang sekarang sedang krisis, tetapi industri Bunga Papan tetap tinggi permintaannya,” katanya. Saat liburan, industri papan bunga tengah mengalami panen raya karena ada banyak perayaan, terutama pernikahan. Dalam sehari, pesanan bisa mencapai 30 papan bunga.

Dengan pesanan sebanyak itu, Ny Posman mengakui kalau ia tak bisa mengerjakan sendiri. Ia terpaksa melempar order ke pengusaha lainnya. Ia mampu mengerjakan hanya sampai 20 buah. Itu pun masih harus menambah orang untuk bekerja lembur.

Pada saat industri lain bertumbangan, industri papan bunga masih sangat diminati. Di Kota Medan saja, setidaknya ada 500 pengusaha papan bunga. Hal ini sangat mengherankan karena keuntungan dari penjualan bunga sangat tipis.

Ny Posman menyebutkan, harga papan bunga standar Rp 80.000 yang dikirim sampai ke tujuan. Bila kemudian harga itu dikurangi dengan ongkos pemasangan Rp 25.000 per papan, ongkos kirim Rp 25.000, dan ongkos jaga Rp 5.000, keuntungan didapat Rp 25.000.

Leo Sihombing, warga Medan yang belum lama menikah, mengakui hal itu. Ia mengatakan, ada kebanggaan ketika mendapatkan papan bunga saat perayaan pernikahannya. Mendapat banyak papan bunga berarti memiliki banyak relasi.

Perasaan seperti itulah yang mungkin menjadikan industri papan bunga muncul dan tetap bertahan. (MAR)

cetak.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar