Rabu, 28 April 2010

Perbaikan UU BHP Selamatkan Pendidikan Indonesia

Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi tidak menjamin biaya pendidikan menjadi murah.
Dalam Undang-Undang BHP disebutkan, Badan Hukum Pendidikan adalah badan hukum yang menyelenggarakan pendidikan formal. Sedangkan pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang, yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. BHP juga bertujuan memajukan pendidikan nasional, dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah atau madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk pendidikan tinggi, diterapkan otonomi dalam pengelolaan manajemen.

Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang BHP. Putusan pembatalan ini diambil dalam sidang yang dipimpin Ketua MK, Moh. Mahfud MD. Dalam amar putusannya, MK menilai Undang-Undang BHP itu inkonstitusional dan tidak punya kekuatan hukum mengikat. "BHP mempunyai banyak kelemahan, baik dari aspek yuridis, kejelasan maksud, maupun keselarasan dengan undang-undang lain," tegas Mahfud, membacakan pertimbangan putusan MK di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Sejak masih dalam bentuk rancangan undang-undang (RUU) pada 2006, UU BHP telah memicu polemik. Kelompok penentang yang dimotori mahasiswa menolak RUU BHP itu disahkan. Aksi demo menetang RUU BHP digelar mahasiswa di sejumlah kampus, khususnya kampus-kampus milik perguruan tinggi negeri. Mahasiswa menganggap BHP adalah akal-akalan pemerintah untuk lepas dari tanggung jawab memberikan pendidikan murah bagi warganya.

Misalnya soal sumber pendanaan BHP yang dibiayai pemerintah dan masyarakat. Mahasiswa khawatir, dengan adanya BHP, pendidikan akan menjadi komoditas. Penyelenggara pendidikan bisa seenaknya menaikkan biaya pendidikan dengan dalih mencari sumber dana dari masyarakat. Namun protes mahasiswa itu tak digubris. Lewat rapat paripurna pada 17 Desember 2008, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan RUU BHP menjadi undang-undang yang memuat 69 pasal.

Akhmaloka berpendapat, pembatalan UU BHP itu justru merugikan masyarakat. "Masyarakat banyak yang rugi," katanya. Diakui Akhmaloka, masih ada pandangan keliru masyarakat terhadap UU BHP. Misalnya, BHP menyebabkan biaya kuliah makin mahal. "Di masyarakat, opini yang terbentuk, undang-undang ini sarat kapitalisme. Tapi justru dengan UU BHP ini, kampus dibatasi untuk mendapatkan uang dari mahasiswa," ujarnya.

Boleh saja para rektor mencemaskan putusan MK itu. Tapi, bagi pemerhati pendidikan, Darmanintyas, MK telah menyelamatkan dunia pendidikan di Indonesia dari jerat komersialisasi pendidikan. Lantas, apakah mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin bisa mengenyam pendidikan murah setelah pembatalan UU BHP itu? "Tidak ada jaminan. Selama pendidikan dijadikan komoditas, biaya pendidikan akan tetap mahal," katanya
http://indonesiafile.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar