Di tahun 1600-an kawasan itu merupakan kebun luas milik seorang kapitan. Kini kebun luas itu sudah berubah menjadi sebuah kawasan padat penduduk. Tak ada lagi bekas-bekas masa lalu kecuali makam kuno tadi.
Tempat pemakaman yang disebut-sebut ajaib ini adalah makam kapitan Tionghoa pertama di
Di tahun 1929, Mayor Tionghoa Khow Kim An - pemilik Gedung Candra naya - memugar makam Beng Kong. Khow Kim An juga yang menambahkan dua nisan, berbahasa Belanda dan
Menurut Hendra Lukito, pengamat bangunan
Di tahun 2002 berbagai kelompok masyarakat dari Universitas Tarumanegara, Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonsia), Paguyuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia (PSMTI) didukung oleh marga Souw berkumpul hingga pada 2006 makam Souw beng Kong bisa mulai dipugar dan mendapat lahan seluas 200 m2. Padahal, seperti sudah disebutkan di atas, dulu kawasan ini adalah kebun milik Beng Kong - luasnya 20.000 m2 hadiah dari Pemerintah Belanda.
Kini makam memorial park itu sudah dikonservasi bahkan diusulkan agar menjadi benda cagar budaya. "Kita sudah usulkan dari tahun lalu, tapi belum ada tanggapan. Kita tunggu aja, tapi kita juga tetap usahakan terus ke DPRD DKI dan dinas (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI - Red)," ujar Hendarmin Susilo, ketua Yayasan Souw Beng Kong . Sementara itu Ernawati Sugondo, anggota komisi B DPRD DKI menyatakan usulan ini mendapat tanggapan positif dari DPRD DKI.
Total anggaran pemugaran sekitar Rp 400 juta. Kini, anggaran besar diperlukan untuk mewujudkan rencana makam memorial park menjadi taman wisata sejarah. Pembebasan tanah di sekitar makam adalah tahap selanjutnya yang harus dikerjakan oleh Yayasan Souw Beng Kong. Upaya pembebasan tanah ini agar makam bisa terlihat dari Jalan Pangeran Jayakarta. Tujuan akhirnya tak lain adalah mewujudkan Taman Wisata Sejarah Kota Tua Batavia. Sebuah upaya yang tak mudah, tapi bukan tak mungkin.
www.kompas.com
Dukung kampanye stop dreaming start action
Tidak ada komentar:
Posting Komentar