Memang tidak dapat dipungkiri jenis hiburan musik organ tunggal saat ini sedang naik daun. Popularitasnya bahkan menggeser posisi orkes melayu, orkes keroncong, orkes dangdut, bahkan home band yang sering main di kafe-kafe. Meskipun tidak sedikit kafe atau klab malam yang masih menggunakan jasa combo band lengkap. Tapi itupun sebatas kafe atau klab malam papan atas. Atau untuk show artis dan pertunjukan acara musik lainnya.
Elekton (electone) atau keyboard mulai muncul pada tahun 1959. Di Indonesia, sekitar awal tahun 70-an dipopulerkan oleh Yamaha dengan Yayasan Musik Indonesia-nya. Nama electone (electronic tone) sendiri kemudian dipatenkan oleh Yamaha. Jadi kalau kita sebut elekton, mustinya yang terbayang adalah sebuah lemari kabinet yang memiliki papan pencet (keyboard), pedal bas kaki, dan pengeras suara (speaker). Seperti itulah kira-kira. Pemain elekton yang terkenal masa itu di antaranya B. Tamam Hoesein, kepala sekolah Akademi Fantasi Indosiar (AFI), yang pernah juara di tingkat Asia Tenggara pada tahun 1975.
Dalam perkembangannya, elekton menjadi penghias ruang keluarga kelas atas waktu itu. Dan bukan hanya Yamaha saja, ada Lowrey, GEM, Technics, Elka, dan beberapa merek lain yang menjadi pesaing Yamaha. Meskipun demikian, masih jarang digunakan untuk hiburan di kafe, restoran atau hajatan. Elekton pada waktu itu bisa dibilang sebagai alat musik prestise yang jadi symbol strata masyarakat tertentu. Harganya pun masih termasuk mahal, sehingga sulit dijangkau kalangan menengah ke bawah.
Di awal tahun 80-an, pasar alat musik di tanah air mulai dibanjiri produk keyboard combo yang memiliki rhythm box atau kotak irama serupa dengan elekton. Bedanya, keyboard tidak menggunakan lemari kabinet dan speaker yang besar. Keyboard juga menghilangkan pedal bas kaki. Bentuknya seperti yang kita lihat di pasaran sekarang. Pada awalnya populer merek Casio yang memproduksi beragam jenis keyboard. Mulai yang untuk anak balita sampai yang untuk orang dewasa. Namun dalam perjalanannya merek ini malah tergeser oleh merek-merek lain karena ketinggalan teknologi dan inovasinya. Roland, Technics, KORG dan Yamaha sendiri, yang kemudian banting stir dan juga memproduksi keyboard, kemudian unggul di pasaran.
Di pertengahan 80-an, penggunaan hiburan organ tunggal mulai marak. Meskipun kehadirannya dianggap mematikan pasaran kelompok combo band, keyboard jalan terus. Performancenya sering dipadu dengan saxophone, biola, ***ar atau alat musik hiburan melodik lainnya. Dan pada akhirnya, banyak musisi combo band yang beralih menjadi keyboard player. Pemain drum jadi keyboard player, pemain bas, pemain ***ar, pemain hiburan organ apa lagi, semua ramai-ramai menjadi pemain sewa organ tunggal. Alasannya hanya satu, tuntutan perut!
Memang tidak semua beralih dan masih ada beberapa musisi idealis yang bertahan pada jalurnya. Namun jika semua kafe, restoran dan hajatan berpikiran lebih hemat memakai keyboard dari pada combo band yang biayanya mahal, maka tamatlah riwayat combo band. Lalu, kalau tidak hijrah, siapa yang mau menanggap pemain solo bas atau solo ***ar atau solo drum? Masih untung saxoponis yang memang solois dan masih laris.
http://toekangmoesik.multiply.com
Dukung Kampanye Stop Dreaming Start Action Sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar