Kamis, 17 Juni 2010

Melihat Upacara Perkawinan Adat Jawa




Ada yang menarik dari upacara perkawinan Suku Using di Banyuwangi. Nama dari upacara adat ini dinamakan Perang Bangkat. Upacara sarat makna dari filosofi perkawinan, sebelum kedua mempelai resmi menjadi pasangan suami istri.

Dinamakan upacara perkawinan Perang Bangkat, lantaran prosesi yang penuh petuah ini selama berlangsung layaknya sebuah perang. Namun bukan perang fisik. Melainkan perang argumentasi yang dikemas dengan sebuah drama antara pihak mempelai laki-laki (Raja) dan pihak mempelai wanita (Ratu).

Sekali terlihat kedua belah pihak yang dipisahkan selembar kain itu mengadu pusaka masing-masing. Pusaka diambil dari perbekalan, syarat yang diminta pihak Ratu. Misalnya, ayam, sendok sayur (bahasa usingnya irus.red), bantal guling yang dibungkus dan diikat menjadi satu dengan tikar.

Serta sebutir telur ayam kampung, 1 buah kelapa, setandan pisang. Selain itu seperangkat alat menginang atau disebut juga wanci kinangan. Beras kuning dan beberapa syarat lainnya.

Uniknya, dari upacara perkawinan adu pusaka itu menjadi sebuah pertanda rumah tangga calon pengantin.

Jadi untuk meminang Ratu. Raja yang diwakili oleh salah seorang dari dua tetua adat yang memimpin upacara kuno ini. Harus menunjukkan sebagai pria yang bertanggung jawab untuk memikat hati pihak si ratu.

Serta dapat membuktikan pria yang bijak dengan menunjukkan kemampuan untuk menerjemahkan arti yang terkandung dalam satu persatu, dari tiap perbekalan syarat yang ditetapkan.

"Semua bekal itu memili makna atau petuah bijak yang harus diperhatikan secara seksama sebagai modal dalam mengarungi hidup berumah tangga," jelas Sanawi (65), pemangkut adat using setempat saat ditemui seusai memimpin upacara Perang Bangkat bersama rekannya sesama pemangku adat Using, Sapuan, Kamis (28/1/2009).

Bagi suku Using, perang Bangkat ini wajib dilakukan jika calon mempelai merupakan anak sulung berjodoh dengan anak sulung. Dan anak bungsu berjodoh dengan anak bungsu. Serta anak bungsu berjodoh dengan anak sulung, demikian sebaliknya.

Rangkaian acara upacara perkawinan adat kuno tersebut seperti yang berlangsung di rumah salah seorang warga di Dusun Gombol Desa Benelan Kidul Kecamatan Singojuruh.

Sementara sepasang calon pengantin, Siti Nurul Aini (19), perempuan setempat. Dan Suhairi (36), laki-laki asal Desa Kraksan, Probolinggo, tengah menjalani upacara kuno suku Using ini. Mereka merupakan anak sulung di keluarga masing-masing.

Namun upacara perkawinan Perang Bangkat itu hanya sebatas formalitas belaka sebelum penghulu dari Kantor Urusan Agama menikahkan calon pengantin secara resmi. Meski begitu Suku Using Banyuwangi sangat menjunjung nilai luhur yang terkandung dari upacara tersebut.

Namun yang paling ditunggu oleh warga yang menyaksikan dan mengikuti tradisi ini. Saat beras kuning bercampur uang koin dilempar diakhir acara. Tanpa dikomando warga langsung memperebutkannya.

Terutama bagi mereka yang belum memiliki jodoh. sebab uang-uang koin itu dipercaya dapat menjadi lantaran bertemu dengan jodoh masing-masing. Percaya atau tidak, tak perlu dipersoalkan. Sebab inilah salah satu kearifan tradisonal dari suku yang masih lestari di Negeri tercinta ini.



http://surabaya.detik.com/
Temukan semuanya tentang Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris, iklan gratis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar